Tebak-Tebakan Berujung Petaka
Kronologibayu- Masa-masa SMA adalah masa yang indah penuh kenangan. Masa dimana kita tumbuh dan berkembang menuju dewasa. Proses menuju dewasa yang penuh dengan bumbu-bumbu kenangan. Kenangan demi kenangan terbingkai manis dalam status putih abu-abu. Dari kisah persahabatan hingga kisah seputar dunia remaja menjadi kenangan tersendiri bagi setiap insan yang pernah merasakan indahnya masa SMA.
Berbicara mengenai masa SMA, saya memiliki sebuah kisah yang mengenang hingga saat ini. Kisah ini merupakan salah satu kisah dari beberapa kisah yang terjadi di kala saya masih SMA. Kisah kali ini, saya beri judul “Tebak-Tebakan Berujung Petaka”.
Berikut cerita selengkapnya >>
Once upon a time, ketika Saya masih duduk di bangku kelas X (sepuluh), saya dan teman-teman mendapat tugas membuat koreografi modern dance dari guru seni tari. Guru seni tari tersebut bernama Bu Catur. Ya, Bu Catur adalah guru seni tari kami. Guru yang memiliki rambut panjang terurai bak bintang iklan sampo ini sangat piawai menguasai tari-tarian. Baik tari tradisional maupun modern beliau kuasai dengan baik.
Selama pengalaman bersekolah 12 tahun, Bu Catur adalah satu-satunya guru saya yang mempunyai nama mirip dengan salah satu cabang olahraga asah otak. Mungkin dulu orang tua beliau senang dengan olahraga karambol, sehingga ketika mempunyai anak langsung diberi nama Catur .. Atau mungkin beliau adalah anak keempat. Dalam adat orang jawa dulu, mereka memberi nama anak keempat dengan nama Catur. ( Eko/ Eka anak no 1, Dwi anak Nomor 2, Tri anak nomor 3, Catur anak nomor 4, Ponco anak nomor 5 dst).
Kembali ke cerita ------------
Bu Catur adalah guru seni tari yang sabar dan baik hati sehingga banyak murid yang senang dengan pribadi beliau dan juga terhadap pelajarannya. Tugas dan perintah dari beliau dikerjakan dengan baik oleh murid-muridnya. Salah satu tugas dari Bu Catur yaitu tugas membuat koreografi tari modern. Tugas ini merupakan tugas penting yang akan di ambil nilainya pada akhir semester, sehingga saya dan teman-teman sangat mempersiapkan tugas ini dengan maksimal. Latihan demi latihan terus kami lakukan.
Tugas kali ini merupakan tugas kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang. Di kelompok saya terdiri dari 5 orang, dengan komposisi: dua cowok termasuk saya dan tiga cewek. Dalam tugas koreo kali ini kami sepakat memilih Lagu “Tak Ada Logika” milik Agnes Monica sebagai irama pengiring. Lagu ini kami rasa sangat cocok untuk koreo modern dance. Lirik dan musik yang energik dari lagu tersebut sangat pas dengan tema tugas yang di berikan oleh Bu Catur.
Kami berlima kemudian berdiskusi membuat gerakan/ koreo yang akan kami tampilkan. Beberapa koreo milik Agnes juga kami adobsi dengan sedikit modifikasi dalam koreo kami. Koreo yang kami adobsi hanya beberapa saja, karena kalau semua kami tiru, berarti kami plagiat. Kami tidak mau jika nilai baik yang di dapat adalah hasil dari copas tuntas (plagiat).
Kami ingin tampil maksimal pada hari penilain nanti. Jadwal latihan telah kami siapkan. Latihan di sekolah maupun di rumah kami lakukan. Salah satu latihan di rumah yaitu kami gelar di rumah salah satu anggota. Kami memilih rumah salah satu anggota tersebut berdasar kesepakatan bersama.
Sesuai hari yang ditentukan maka kami menggelar latihan tersebut. Latihan ini di rumah cewek anggota koreo kami, suasana rumahnya asri dan sejuk, maklum ia bertempat tinggal di kaki gunung. So, keasrian lingkungan dan sejuknya udara bukan isapan jempol belaka . Itu semua benar adanya.
Musik kami putar, gerakan pun kami gelar. Saya dan teman-teman sangat antusias melakukan gerakan, namun tak jarang pula kami mengulang gerakan karena ada kesalahan. Saya melihat keempat teman lain sangat lihai menarikan koreo buatan kami, hanya saya yang kelimpungan ngalor-ngidul jatuh bangun tak kuasa mengikuti gerakan tersebut. Bahkan tidak jarang wajah saya sampai keseleo akibat saking antusiasnya. Maklum kala itu saya tidak pandai menari, tapi itu dulu pemirsa, kalau sekarang diajak membuat koreografi saya mengatakan siap!! Siap mengundurkan diri maksudnya .
Meskipun demikian saya tetap berusaha tampil maksimal, karena saya tidak ingin mengecewakan keempat teman saya. Walaupun agak kaku puji syukur akhirnya saya bisa mengikuti gerakan dengan baik berkat latihan keras yang saya jalani bersama teman-teman.
Latihan di rumah teman tersebut kami rasa cukup, lalu si empunya rumah (teman saya) mengajak kami istirahat sejenak sambil bersantap siang. Menu yang di hidangkan kala itu cukup istimewa yaitu Sate. Melihat sate terhidang di meja makan membuat lidah ini tak kuasa segera menyantapnya. Tangan ini terasa gatal tak sabar memegang bambu berbalut daging tersebut. Akhirnya tidak lama kemudian si empunya rumah membuka perjamuan makan siang ini.
Kami berlima makan dengan lahap, tak jarang canda tawa terlontar diantara kami. Kejar-kejaran di atas meja makan pun tak terelakan karena saking akrabnya . Di tengah keakraban dalam perjamuan makan siang ini, peristiwa tebak-tebakan berujung petaka terjadi.
Teman kami si empunya rumah pun memulai tebak-tebakan di antara kami. Berikut percakapan yang terekam dalam ingatan saya
Cewek Empunya Rumah : “Iki iwak opo hayo ?” (ini daging apa hayo?)
Beberapa teman pun mejawab, “iwak pitik”(daging ayam)
“Salah, udu kui”. (salah bukan itu) timpal si empunya rumah.
Melihat keseruan tersebut menggelitik saya untuk segera terlibat dalam adu tebak-tebakan ini. Dengan mulut yang masih dipenuhi lumuran sambal dan beberapa daging sate saya menjawab,“Iki iwak Kelinci” (ini daging kelinci).
Cewek Empunya Rumah: “ yo bener”.
Mendengar pernyataan “benar” dari sang pemilik rumah, sontak salah satu cewek anggota koreografi kami langsung pucat pasi. Dalam keadaan pucat+panik si cewek pun seraya berkata ,
“haaa, Iki iwak kelinci to?! ”(dengan nada sedikit panik).
Kami pun menjawab, “Iyo”. (iya)
Mendengar jawaban “iyo” dari kami, si cewek ini langsung menghentikan seketika aktifitasnya memakan sate. Awalnya ia sangat lahap sekali, namun seketika itu juga ia hilang nafsu makannya. Tanya Kenapa?
Ya, benar sekali, teman saya yang satu ini sangat tidak suka dengan daging kelinci. Mungkin ia tidak tega memakan binatang imut tersebut . Atau memang dia ada alergi tersendiri dengan daging kelinci.
Tebak-tebakan yang sebelumnya dimaksudkan untuk mencairkan suasana, tanpa dinyana kini telah berujung petaka. Suasana ceria berubah menjadi sedikit kaku. Kami berempat merasa tidak enak hati dengan kejadian yang menimpa si cewek teman kami ini.
Hikmah dari kisah kali ini yaitu jika ada keraguan dalam diri anda maka tanyalah kepada empunya rumah terhadap menu yang dihidangkan pada saat perjamuan makan. Hal ini dapat meminimalisir terhadap ketidaktahuan akan suatu menu tertentu. Maklum beda daerah beda pula jenis dan nama masakan.
Terkadang ada masakan yang sama antar daerah satu dengan daerah lain namun hanya beda namanya saja. Khusus untuk jenis daging mungkin sulit dibedakan dari segi tampilan ketika sudah matang tersaji di atas meja. Maka daripada itu bertanya lebih dahulu adalah cara yang tepat untuk memastikan jenis daging apa yang disajikan.
Melalui tulisan ini, saya sampaikan rasa terima kasih kepada kalian semua yang telah menjadi bagian dari salah satu rangkaian kisah hidup saya. Sukses selalu untuk kalian dimana pun kalian berada, Amin
~ Sekian ~
Berbicara mengenai masa SMA, saya memiliki sebuah kisah yang mengenang hingga saat ini. Kisah ini merupakan salah satu kisah dari beberapa kisah yang terjadi di kala saya masih SMA. Kisah kali ini, saya beri judul “Tebak-Tebakan Berujung Petaka”.
Berikut cerita selengkapnya >>
Once upon a time, ketika Saya masih duduk di bangku kelas X (sepuluh), saya dan teman-teman mendapat tugas membuat koreografi modern dance dari guru seni tari. Guru seni tari tersebut bernama Bu Catur. Ya, Bu Catur adalah guru seni tari kami. Guru yang memiliki rambut panjang terurai bak bintang iklan sampo ini sangat piawai menguasai tari-tarian. Baik tari tradisional maupun modern beliau kuasai dengan baik.
Selama pengalaman bersekolah 12 tahun, Bu Catur adalah satu-satunya guru saya yang mempunyai nama mirip dengan salah satu cabang olahraga asah otak. Mungkin dulu orang tua beliau senang dengan olahraga karambol, sehingga ketika mempunyai anak langsung diberi nama Catur .. Atau mungkin beliau adalah anak keempat. Dalam adat orang jawa dulu, mereka memberi nama anak keempat dengan nama Catur. ( Eko/ Eka anak no 1, Dwi anak Nomor 2, Tri anak nomor 3, Catur anak nomor 4, Ponco anak nomor 5 dst).
Kembali ke cerita ------------
Bu Catur adalah guru seni tari yang sabar dan baik hati sehingga banyak murid yang senang dengan pribadi beliau dan juga terhadap pelajarannya. Tugas dan perintah dari beliau dikerjakan dengan baik oleh murid-muridnya. Salah satu tugas dari Bu Catur yaitu tugas membuat koreografi tari modern. Tugas ini merupakan tugas penting yang akan di ambil nilainya pada akhir semester, sehingga saya dan teman-teman sangat mempersiapkan tugas ini dengan maksimal. Latihan demi latihan terus kami lakukan.
Tugas kali ini merupakan tugas kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5-6 orang. Di kelompok saya terdiri dari 5 orang, dengan komposisi: dua cowok termasuk saya dan tiga cewek. Dalam tugas koreo kali ini kami sepakat memilih Lagu “Tak Ada Logika” milik Agnes Monica sebagai irama pengiring. Lagu ini kami rasa sangat cocok untuk koreo modern dance. Lirik dan musik yang energik dari lagu tersebut sangat pas dengan tema tugas yang di berikan oleh Bu Catur.
Kami berlima kemudian berdiskusi membuat gerakan/ koreo yang akan kami tampilkan. Beberapa koreo milik Agnes juga kami adobsi dengan sedikit modifikasi dalam koreo kami. Koreo yang kami adobsi hanya beberapa saja, karena kalau semua kami tiru, berarti kami plagiat. Kami tidak mau jika nilai baik yang di dapat adalah hasil dari copas tuntas (plagiat).
Kami ingin tampil maksimal pada hari penilain nanti. Jadwal latihan telah kami siapkan. Latihan di sekolah maupun di rumah kami lakukan. Salah satu latihan di rumah yaitu kami gelar di rumah salah satu anggota. Kami memilih rumah salah satu anggota tersebut berdasar kesepakatan bersama.
Sesuai hari yang ditentukan maka kami menggelar latihan tersebut. Latihan ini di rumah cewek anggota koreo kami, suasana rumahnya asri dan sejuk, maklum ia bertempat tinggal di kaki gunung. So, keasrian lingkungan dan sejuknya udara bukan isapan jempol belaka . Itu semua benar adanya.
Musik kami putar, gerakan pun kami gelar. Saya dan teman-teman sangat antusias melakukan gerakan, namun tak jarang pula kami mengulang gerakan karena ada kesalahan. Saya melihat keempat teman lain sangat lihai menarikan koreo buatan kami, hanya saya yang kelimpungan ngalor-ngidul jatuh bangun tak kuasa mengikuti gerakan tersebut. Bahkan tidak jarang wajah saya sampai keseleo akibat saking antusiasnya. Maklum kala itu saya tidak pandai menari, tapi itu dulu pemirsa, kalau sekarang diajak membuat koreografi saya mengatakan siap!! Siap mengundurkan diri maksudnya .
Meskipun demikian saya tetap berusaha tampil maksimal, karena saya tidak ingin mengecewakan keempat teman saya. Walaupun agak kaku puji syukur akhirnya saya bisa mengikuti gerakan dengan baik berkat latihan keras yang saya jalani bersama teman-teman.
Latihan di rumah teman tersebut kami rasa cukup, lalu si empunya rumah (teman saya) mengajak kami istirahat sejenak sambil bersantap siang. Menu yang di hidangkan kala itu cukup istimewa yaitu Sate. Melihat sate terhidang di meja makan membuat lidah ini tak kuasa segera menyantapnya. Tangan ini terasa gatal tak sabar memegang bambu berbalut daging tersebut. Akhirnya tidak lama kemudian si empunya rumah membuka perjamuan makan siang ini.
Kami berlima makan dengan lahap, tak jarang canda tawa terlontar diantara kami. Kejar-kejaran di atas meja makan pun tak terelakan karena saking akrabnya . Di tengah keakraban dalam perjamuan makan siang ini, peristiwa tebak-tebakan berujung petaka terjadi.
Teman kami si empunya rumah pun memulai tebak-tebakan di antara kami. Berikut percakapan yang terekam dalam ingatan saya
Cewek Empunya Rumah : “Iki iwak opo hayo ?” (ini daging apa hayo?)
Beberapa teman pun mejawab, “iwak pitik”(daging ayam)
“Salah, udu kui”. (salah bukan itu) timpal si empunya rumah.
Melihat keseruan tersebut menggelitik saya untuk segera terlibat dalam adu tebak-tebakan ini. Dengan mulut yang masih dipenuhi lumuran sambal dan beberapa daging sate saya menjawab,“Iki iwak Kelinci” (ini daging kelinci).
Cewek Empunya Rumah: “ yo bener”.
Mendengar pernyataan “benar” dari sang pemilik rumah, sontak salah satu cewek anggota koreografi kami langsung pucat pasi. Dalam keadaan pucat+panik si cewek pun seraya berkata ,
“haaa, Iki iwak kelinci to?! ”(dengan nada sedikit panik).
Kami pun menjawab, “Iyo”. (iya)
Mendengar jawaban “iyo” dari kami, si cewek ini langsung menghentikan seketika aktifitasnya memakan sate. Awalnya ia sangat lahap sekali, namun seketika itu juga ia hilang nafsu makannya. Tanya Kenapa?
Ya, benar sekali, teman saya yang satu ini sangat tidak suka dengan daging kelinci. Mungkin ia tidak tega memakan binatang imut tersebut . Atau memang dia ada alergi tersendiri dengan daging kelinci.
Tebak-tebakan yang sebelumnya dimaksudkan untuk mencairkan suasana, tanpa dinyana kini telah berujung petaka. Suasana ceria berubah menjadi sedikit kaku. Kami berempat merasa tidak enak hati dengan kejadian yang menimpa si cewek teman kami ini.
Hikmah dari kisah kali ini yaitu jika ada keraguan dalam diri anda maka tanyalah kepada empunya rumah terhadap menu yang dihidangkan pada saat perjamuan makan. Hal ini dapat meminimalisir terhadap ketidaktahuan akan suatu menu tertentu. Maklum beda daerah beda pula jenis dan nama masakan.
Terkadang ada masakan yang sama antar daerah satu dengan daerah lain namun hanya beda namanya saja. Khusus untuk jenis daging mungkin sulit dibedakan dari segi tampilan ketika sudah matang tersaji di atas meja. Maka daripada itu bertanya lebih dahulu adalah cara yang tepat untuk memastikan jenis daging apa yang disajikan.
Melalui tulisan ini, saya sampaikan rasa terima kasih kepada kalian semua yang telah menjadi bagian dari salah satu rangkaian kisah hidup saya. Sukses selalu untuk kalian dimana pun kalian berada, Amin
~ Sekian ~