Gagal Jadi Anak Terganteng
Kronologibayu- Kegagalan adalah suatu keniscayaan. Kegagalan adalah cara Tuhan untuk mengingatkan umat-Nya agar berbenah dalam suatu kehidupan. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda. Namun bagaimana ceritanya jika kegagalan tersebut adalah gagal jadi anak terganteng. Pasti unik, langka dan bahkan sedikit terdengar aneh di telinga kita. Namun ini lah yang pernah di alami penulis dibeberapa tahun silam. Berikut cerita selengkapnya – – – – – –
Masa Remaja adalah masa yang indah, masa yang penuh gejolak, penuh gelora asa dan cita. Masa remaja juga diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini pula kebutuhan berinteraksi satu dengan yang lain sangat intens terjadi. Interaksi yang kerap timbul di masa remaja ini adalah interaksi berupa candaan bareng teman atau orang jawa menyebutnya gojekan. Gojekan di lingkungan remaja jawa dan khususnya di daerah saya masih terbagi ke beberapa macam gojekan misal Kecroh-kecrohan (saling ejek), Pacok-pacok’an (comblang-comblangin temen), Usil ke teman dmbl. (“dmbl” baca: dan masih banyak lagi)
Teringat benar dalam benak saya ketika masih bersekolah putih-biru, di masa ini lah sense of gojek dalam diri saya mulai muncul. Kemunculan sense of gojek dalam diri saya dipengaruhi oleh dua faktor.
Faktor Pertama adalah faktor intern, harus saya akui bahwa kebutuhan berinteraksi yang sangat tinggi dalam diri seorang remaja pada masa itu telah mendorong diri saya untuk berinteraksi lebih di kehidupan remaja, salah satu pemenuhan kebutuhan interaksi tersebut misal gojek dengan teman. Faktor kedua adalah faktor eksteren, Lingkungan remaja disekitar yang sering terjadi gojek telah mempengaruhi saya untuk ikut terlibat dalam keseruan gojekan ala remaja ini.
Para pembaca mungkin meng-Amini dan merasakan sendiri, apabila masa remaja adalah masa dimana interaksi komunikasi satu dengan yang lain intens terjadi, dan salah satu interaksi yang terjadi adalah dalam bentuk gojekan (canda bareng teman).
Dalam perjalanan saya mengarungi dunia remaja hampir tak terhitung berapa kali saya dan teman terlibat dalam gojekan. Gojek akan selalu hidup ketika kami sudah masuk ke dalam kelas. Ya, karena ruangan kelaslah yang mampu menampung berbagai karakter bocah menjadi satu. Gojek akan semakin seru apabila kelas kosong tanpa pelajaran atau tanpa adanya guru. Di saat seperti inilah gojek di antara kami semakin semarak terjadi. Dari gojek bertema kecroh-kecrohan satu sama lain hingga pacok-pacok’an bernada paksaan terjadi di antara kami. Itulah seklumit gambaran mengenai beberapa gojekan pada masa remaja yang pernah saya lalui.
Dalam gojek biasanya akan muncul kata-kata yang menjadi trademark, semboyan atau jargon dari masing-masing pelaku tawa. Kata-kata tersebut biasa muncul secara spontan. Kata tersebut bisa berupa tebak-tebakan lucu berakhir wagu, Jargon narsis, Kata-kata sumbang bernada ejekan, baik ejekan fisik maupun psikis. Dan bakhan ada beberapa dari kami yang sengaja menyiapkan materi/kata-kata gojekan dari rumah masing-masing. Niat sekali memang .
Saya sebagai salah satu peserta gojek kala itu tak ketinggalan ikut memeriahkan gojek kelas dengan beberapa jargon andalan saya. Meskipun harus saya akui bahwa jargon atau pun kata lucu dari saya masih sangat kurang kadar kelucuannya, bahkan di beberapa kesempatan menyebabkan kegaringan maha dahsyat di luar prediksi saya. Saking dahsyatnya kegaringan dari saya ini, tak pelak menyebabkan pohon dan tanaman disekitar menjadi layu, tanah mengering serta daun-daun jatuh berguguran.
Salah satu jargon saya ketika gojek dengan teman adalah “Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku”. Maklum saja, saya adalah anak laki satu-satunya di rumah pada saat itu, sedangkan adik saya adalah seorang cewek. Ya, memanfaatkan status anak laki satu-satunya dirumah kala itu, Saya mencoba mengibarkan Jargon “anak terganteng di rumah” ke dalam beberapa situasi gojek. Memang Kedengarannya narsis sih, tapi itu lah yang terjadi ketika itu. Tidak ada motivasi narsis dalam diri saya. Jargon semacam itu hanya saya maksudkan untuk lucu-lucuan saja, meskipun sebenarnya tidak lucu juga,.hehehehe.
Saya : Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku.
Teman : Opo iyo ??!! (setengah tidak percaya dan menyangsikan testimoni saya )
Saya : Yo iyo lah, lha wong adiku wedok, hahaha ( sambil tertawa puas)
Jargon ini juga biasa saya gunakan kala terpojok atau pun kehabisan akal untuk membalas serangan demi serangan ketika terjadi perang tawa dengan teman kala gojek.
Saya : Ojo ngono kui cah, aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomah,. (sambil senyum puas).
Saking seringnya jargon ini saya lontarkan, tak pelak membuat lawan gojek saya sudah hafal benar di luar kepala. Mereka seakan paham dimana momentum ini adalah momentum yang tepat untuk men-smash balik candaan dari saya ini.
Saya : Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku.
Tanpa ba bi bu + Gemas,. Teman lain pun langsung menyambar bak petir di pagi buta
Teman : Adimu wedok to !!!, (ekspresi gemas + puas penuh kemenangan).
Jargon “Anak Terganteng di rumah”, mungkin kedengarannya Narsis, namun predikat sebagai anak terganteng di rumah adalah benar adanya, maklum saya adalah anak laki satu-satunya sedangkan satu adik saya saat itu adalah seorang cewek.
Namun, keadaan berubah seketika, Tanya Kenapa? Jargon yang secara efektif berdurasi ± 3 tahun dan predikat anak terganteng selama 16 tahun tersebut kini pupus sudah dengan hadirnya si Jabang Bayi laki-laki baru di kelurga saya. Sejak saat itu, menit itu dan tahun itu juga, jargon dan predikat saya sebagai anak terganteng di keluarga sudah tidak berlaku lagi. Boleh di kata saya Gagal jadi anak terganteng .
Masa Remaja adalah masa yang indah, masa yang penuh gejolak, penuh gelora asa dan cita. Masa remaja juga diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada masa ini pula kebutuhan berinteraksi satu dengan yang lain sangat intens terjadi. Interaksi yang kerap timbul di masa remaja ini adalah interaksi berupa candaan bareng teman atau orang jawa menyebutnya gojekan. Gojekan di lingkungan remaja jawa dan khususnya di daerah saya masih terbagi ke beberapa macam gojekan misal Kecroh-kecrohan (saling ejek), Pacok-pacok’an (comblang-comblangin temen), Usil ke teman dmbl. (“dmbl” baca: dan masih banyak lagi)
Teringat benar dalam benak saya ketika masih bersekolah putih-biru, di masa ini lah sense of gojek dalam diri saya mulai muncul. Kemunculan sense of gojek dalam diri saya dipengaruhi oleh dua faktor.
Faktor Pertama adalah faktor intern, harus saya akui bahwa kebutuhan berinteraksi yang sangat tinggi dalam diri seorang remaja pada masa itu telah mendorong diri saya untuk berinteraksi lebih di kehidupan remaja, salah satu pemenuhan kebutuhan interaksi tersebut misal gojek dengan teman. Faktor kedua adalah faktor eksteren, Lingkungan remaja disekitar yang sering terjadi gojek telah mempengaruhi saya untuk ikut terlibat dalam keseruan gojekan ala remaja ini.
Para pembaca mungkin meng-Amini dan merasakan sendiri, apabila masa remaja adalah masa dimana interaksi komunikasi satu dengan yang lain intens terjadi, dan salah satu interaksi yang terjadi adalah dalam bentuk gojekan (canda bareng teman).
Dalam perjalanan saya mengarungi dunia remaja hampir tak terhitung berapa kali saya dan teman terlibat dalam gojekan. Gojek akan selalu hidup ketika kami sudah masuk ke dalam kelas. Ya, karena ruangan kelaslah yang mampu menampung berbagai karakter bocah menjadi satu. Gojek akan semakin seru apabila kelas kosong tanpa pelajaran atau tanpa adanya guru. Di saat seperti inilah gojek di antara kami semakin semarak terjadi. Dari gojek bertema kecroh-kecrohan satu sama lain hingga pacok-pacok’an bernada paksaan terjadi di antara kami. Itulah seklumit gambaran mengenai beberapa gojekan pada masa remaja yang pernah saya lalui.
Dalam gojek biasanya akan muncul kata-kata yang menjadi trademark, semboyan atau jargon dari masing-masing pelaku tawa. Kata-kata tersebut biasa muncul secara spontan. Kata tersebut bisa berupa tebak-tebakan lucu berakhir wagu, Jargon narsis, Kata-kata sumbang bernada ejekan, baik ejekan fisik maupun psikis. Dan bakhan ada beberapa dari kami yang sengaja menyiapkan materi/kata-kata gojekan dari rumah masing-masing. Niat sekali memang .
Saya sebagai salah satu peserta gojek kala itu tak ketinggalan ikut memeriahkan gojek kelas dengan beberapa jargon andalan saya. Meskipun harus saya akui bahwa jargon atau pun kata lucu dari saya masih sangat kurang kadar kelucuannya, bahkan di beberapa kesempatan menyebabkan kegaringan maha dahsyat di luar prediksi saya. Saking dahsyatnya kegaringan dari saya ini, tak pelak menyebabkan pohon dan tanaman disekitar menjadi layu, tanah mengering serta daun-daun jatuh berguguran.
Salah satu jargon saya ketika gojek dengan teman adalah “Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku”. Maklum saja, saya adalah anak laki satu-satunya di rumah pada saat itu, sedangkan adik saya adalah seorang cewek. Ya, memanfaatkan status anak laki satu-satunya dirumah kala itu, Saya mencoba mengibarkan Jargon “anak terganteng di rumah” ke dalam beberapa situasi gojek. Memang Kedengarannya narsis sih, tapi itu lah yang terjadi ketika itu. Tidak ada motivasi narsis dalam diri saya. Jargon semacam itu hanya saya maksudkan untuk lucu-lucuan saja, meskipun sebenarnya tidak lucu juga,.hehehehe.
Saya : Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku.
Teman : Opo iyo ??!! (setengah tidak percaya dan menyangsikan testimoni saya )
Saya : Yo iyo lah, lha wong adiku wedok, hahaha ( sambil tertawa puas)
Jargon ini juga biasa saya gunakan kala terpojok atau pun kehabisan akal untuk membalas serangan demi serangan ketika terjadi perang tawa dengan teman kala gojek.
Saya : Ojo ngono kui cah, aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomah,. (sambil senyum puas).
Saking seringnya jargon ini saya lontarkan, tak pelak membuat lawan gojek saya sudah hafal benar di luar kepala. Mereka seakan paham dimana momentum ini adalah momentum yang tepat untuk men-smash balik candaan dari saya ini.
Saya : Aku iki anak ngganteng dewe lho neng ngomahku.
Tanpa ba bi bu + Gemas,. Teman lain pun langsung menyambar bak petir di pagi buta
Teman : Adimu wedok to !!!, (ekspresi gemas + puas penuh kemenangan).
Jargon “Anak Terganteng di rumah”, mungkin kedengarannya Narsis, namun predikat sebagai anak terganteng di rumah adalah benar adanya, maklum saya adalah anak laki satu-satunya sedangkan satu adik saya saat itu adalah seorang cewek.
Namun, keadaan berubah seketika, Tanya Kenapa? Jargon yang secara efektif berdurasi ± 3 tahun dan predikat anak terganteng selama 16 tahun tersebut kini pupus sudah dengan hadirnya si Jabang Bayi laki-laki baru di kelurga saya. Sejak saat itu, menit itu dan tahun itu juga, jargon dan predikat saya sebagai anak terganteng di keluarga sudah tidak berlaku lagi. Boleh di kata saya Gagal jadi anak terganteng .
Ini dia beberapa foto si jabang Bayi laki-laki yang dimaksud
Kejadian ini justru dimanfaatkan oleh anak kedua di keluarga kami. Anak tersebut nampaknya mulai gembira dibeberapa kesempatan dengan mendeklarasikan dirinya sebagai anak tercantik di keluarganya.--The end --
Foto saat bersama kerabat
Foto Wisuda PAUD
Foto Berangkat Sekolah
Kejadian ini justru dimanfaatkan oleh anak kedua di keluarga kami. Anak tersebut nampaknya mulai gembira dibeberapa kesempatan dengan mendeklarasikan dirinya sebagai anak tercantik di keluarganya.--The end --
Disclaimer : Tulisan diatas hanya berupa informasi ringan mengenai masa remaja penulis. Tidak ada maksud untuk narsis, sok ganteng atau pun sok eksis, karena tulisan yang disajikan hanya bermaksud untuk menghibur. Tidak ada tokoh yang tersakiti dalam materi penulisan di atas, karena pada kenyataannya Bayu sangat menyayangi adik-adiknya dan menghormati orang-orang di lingkungan sekitarnya.
Post a Comment for "Gagal Jadi Anak Terganteng"
Silahkan berkomentar di kolom bawah ini.
1. Berkomentarlah dengan baik dan sopan.
2. Komentar bermuatan Iklan, Pornografi, Link Hidup (masuk SPAM)
3. Komentar Anonymous tidak ditayangkan.
Komentar yang melanggar aturan akan saya hapus
Demikian harap menjadikan maklum., Salam Sukses !!