Pengalaman Mengikuti Lomba Ansambel Musik Tingkat Kabupaten
Kronologibayu- Cerita tentang lomba musik tingkat kabupaten yang pernah saya ikuti. Cerita ini merupakan salah satu pengalaman yang memiliki kesan tersendiri bagi diri saya. Bagaimana cerita selengkapnya. Simak >>
Kelas 2 SMP adalah waktu dimana saya memulai petualangan untuk menghadapi perlombaan musik. Latihan demi latihan pun mencapai babak akhir. Di latihan terakhir ini, guru musik yang sekaligus menjadi pembimbing mengajak kami untuk melakukan gladi resik sebelum esok hari benar-benar mengikuti Kejuaraan Ansambel di tingkat Kabupaten.
Waktu yang dinanti-nanti pun tiba. Setelah berbulan-bulan menjalani latihan keras, akhirnya kami dihadapkan pada panggung yang sebenarnya. Ya, di hari itu kami akan tampil dihadapan para juri dan banyak orang. Dalam bahasa novel, mungkin lomba pada hari tersebut adalah Hari Penghakiman bagi kami.
Tak beberapa lama kemudian, akhirnya nama sekolah kami pun dipanggil oleh pemandu acara. Seketika itu juga kami segera bergegas menuju panggung. Derap langkah penuh kemantapan mengiringi perjalanan kami menuju panggung. Puluhan pasang mata langsung tertuju kepada kami. Sorot mata mereka seolah-olah memberi teror mental tersendiri bagi kami.
Harus saya akui bahwa rasa tegang sedikit menghinggapi diri saya. Canda tawa serta kelakar yang sering mengisi jeda kala latihan seolah tak nampak pada diri saya .“Benar sekali, ini bukan saatnya untuk bermain-main”, pikir saya dalam hati. Maklum, situasi tersebut adalah pengalaman pertama saya memainkan gitar dihadapan banyak orang.
Detik-detik penting menuju penampilan pun terus bergulir. Sang konduktor yang sekaligus menjadi pemimpin grup telah berdiri tegap di hadapan kami. Sebelum benar-benar memulai, dia mengecek kesiapan seluruh komponen grup. Setelah seluruh komponen siap, maka tiba waktunya Sang Konduktor memulai penampilan kami. Si cewek pemimpin kami ini memulai aksinya dengan penuh kemantapan. Melalui jari-jari lentiknya, dia memberi aba-aba hitungan kepada kami
1 …………. 2 ………… 3 ………….
Setelah hitungan ketiga, maka berbunyilah paduan musik diantara kami. Selepas hitungan ketiga, saya pun mengayunkan tangan diatas dawai-dawai gitar dengan penuh percaya diri dan mantap. Jujur saya katakan, nervous yang sempat hinggap pada diri saya sesaat sebelum naik panggung, tiba-tiba hilang dengan sendirinya.
Nampaknya motivasi guru pembimbing sebelum naik panggung dan ditambah harmonisnya alunan musik yang tercipta telah menjadi obat mujarab pengusir tegang. Puji syukur, saya mampu menguasai keadaan dengan baik.
Lagu demi lagu kami bawakan dengan baik. Baik lagu wajib maupun lagu pilihan kami bawakan dengan penuh penjiwaan. Setelah semua lagu kami bawakan, maka usai sudah penampilan kami diatas panggung pada lomba kala itu.
Hal yang kami lakukan setelah perfomance adalah rehat sejenak sembari menunggu lomba usai hingga diumumkannya pemenang lomba. [Juara Pertama pada lomba di kesempatan ini akan menjadi wakil kabupaten untuk maju ke tingkat Karisiden/Kota Madya]
Kami dan seluruh peserta berharap cemas menanti siapa yang akan keluar sebagai juara. Meskipun harus kami akui bahwa tidak ada ambisi berlebih dalam diri kami untuk menjadi pemenang. Jika kami menang, mungkin itu adalah jawaban dari Tuhan atas doa dan usaha yang telah kami lakukan. Namun jika kami tidak menang, mungkin itu belum rejeki kami.
Intinya bahwa kami tetap positif thinking dalam menyikapi menang atau tidaknya kami dalam perlombaan yang akan diumumkan beberapa saat lagi.
Waktu yang dinanti-nanti oleh seluruh peserta akhirnya tiba, pembacaan secarik kertas berisi nama-nama sekolah pemenang lomba pun segera dibaca. Terlihat jelas semua peserta nampak antusias menunggu kabar siapakah yang akan menjadi pemenang pada lomba tersebut. Satu persatu juara III dan II telah dibacakan, selanjutnya tiba pembacaan untuk juara pertama.
Pada lomba di tanggal 18 Mei 2004 tersebut Tuhan menjawab doa dan usaha yang telah kami lakukan. Puji syukur, kami lolos sebagai Juara Pertama pada perhelatan lomba ansambel musik pada hari itu.
Rona kegembiraan terpancar jelas di wajah kami. Saya dan kawan satu tim tidak dapat menyembunyikan kebahagian. Latihan berbulan-bulan yang dipenuhi lika-liku seakan terbayar lunas di hari itu. Rona kebahagian juga terpancar jelas di wajah guru musik pembimbing kami, Beliau senyum bahagia atas performa yang kami tunjukkan di hari itu.
Kami semua merasa bahagia karena mampu menjadi juara pertama sekaligus mampu membawa harum nama sekolah di tingkat kabupaten. Itulah memori kebahagian yang terpatri benar dalam ingatan saya hingga saat ini.
Uforia kemenangan yang kami cicipi pun tidak berlangsung lama. Kami segera bersiap diri, karena setelah itu kami akan mewakili kabupaten untuk maju ke tingkat Karisiden/ Kota Madya.
Apa yang kami alami ini laksana Perwira TNI yang baru menikah namun tak sempat berlama-lama menikmati bulan madu bersama istrinya lantaran tugas militer telah menanti. Benar sekali, bulan madu dengan kemenangan yang kami raih dibeberapa hari yang lalu tak sempat lama kami nikmati. Meskipun demikian kami sadar bahwa terlalu larut dalam uforia kemenangan juga tidak baik bagi kesiapan kami dalam menghadapi level lomba selanjutnya.
Petualangan saya pun berlanjut ke tingkat karisiden>>
Cerita Pengalaman Mengikuti Lomba Musik Ansambel Tingkat Karisiden/Kota Madya
Kelas 2 SMP adalah waktu dimana saya memulai petualangan untuk menghadapi perlombaan musik. Latihan demi latihan pun mencapai babak akhir. Di latihan terakhir ini, guru musik yang sekaligus menjadi pembimbing mengajak kami untuk melakukan gladi resik sebelum esok hari benar-benar mengikuti Kejuaraan Ansambel di tingkat Kabupaten.
Ansambel adalah bentuk penyajian permainan musik yang melibatkan beberapa pemain bisa menggunakan alat musik yang sejenis atau campuran. Perbedaan dengan orchestra adalah terletak pada jumlah pemainnya.
Orchestra biasanya jumlah pemainnya lebih banyak dari ansambel, bahkan pada permainan orchestra jumlah pemainnya bisa mencapai puluhan (10-100) orang. Kalau ansambel biasanya jumlah pemain antara 5-15 orang [MGMP]
Tidak ada target khusus yang dipatok oleh pembimbing kami. Pembimbing hanya memotivasi seraya mengintruksikan kepada kami untuk bermain bagus dan tampil lepas. Mungkin itu adalah cara pembimbing supaya kami mampu tampil all out tanpa beban.Waktu yang dinanti-nanti pun tiba. Setelah berbulan-bulan menjalani latihan keras, akhirnya kami dihadapkan pada panggung yang sebenarnya. Ya, di hari itu kami akan tampil dihadapan para juri dan banyak orang. Dalam bahasa novel, mungkin lomba pada hari tersebut adalah Hari Penghakiman bagi kami.
Tak beberapa lama kemudian, akhirnya nama sekolah kami pun dipanggil oleh pemandu acara. Seketika itu juga kami segera bergegas menuju panggung. Derap langkah penuh kemantapan mengiringi perjalanan kami menuju panggung. Puluhan pasang mata langsung tertuju kepada kami. Sorot mata mereka seolah-olah memberi teror mental tersendiri bagi kami.
Harus saya akui bahwa rasa tegang sedikit menghinggapi diri saya. Canda tawa serta kelakar yang sering mengisi jeda kala latihan seolah tak nampak pada diri saya .“Benar sekali, ini bukan saatnya untuk bermain-main”, pikir saya dalam hati. Maklum, situasi tersebut adalah pengalaman pertama saya memainkan gitar dihadapan banyak orang.
Detik-detik penting menuju penampilan pun terus bergulir. Sang konduktor yang sekaligus menjadi pemimpin grup telah berdiri tegap di hadapan kami. Sebelum benar-benar memulai, dia mengecek kesiapan seluruh komponen grup. Setelah seluruh komponen siap, maka tiba waktunya Sang Konduktor memulai penampilan kami. Si cewek pemimpin kami ini memulai aksinya dengan penuh kemantapan. Melalui jari-jari lentiknya, dia memberi aba-aba hitungan kepada kami
1 …………. 2 ………… 3 ………….
Setelah hitungan ketiga, maka berbunyilah paduan musik diantara kami. Selepas hitungan ketiga, saya pun mengayunkan tangan diatas dawai-dawai gitar dengan penuh percaya diri dan mantap. Jujur saya katakan, nervous yang sempat hinggap pada diri saya sesaat sebelum naik panggung, tiba-tiba hilang dengan sendirinya.
Nampaknya motivasi guru pembimbing sebelum naik panggung dan ditambah harmonisnya alunan musik yang tercipta telah menjadi obat mujarab pengusir tegang. Puji syukur, saya mampu menguasai keadaan dengan baik.
Lagu demi lagu kami bawakan dengan baik. Baik lagu wajib maupun lagu pilihan kami bawakan dengan penuh penjiwaan. Setelah semua lagu kami bawakan, maka usai sudah penampilan kami diatas panggung pada lomba kala itu.
Hal yang kami lakukan setelah perfomance adalah rehat sejenak sembari menunggu lomba usai hingga diumumkannya pemenang lomba. [Juara Pertama pada lomba di kesempatan ini akan menjadi wakil kabupaten untuk maju ke tingkat Karisiden/Kota Madya]
Kami dan seluruh peserta berharap cemas menanti siapa yang akan keluar sebagai juara. Meskipun harus kami akui bahwa tidak ada ambisi berlebih dalam diri kami untuk menjadi pemenang. Jika kami menang, mungkin itu adalah jawaban dari Tuhan atas doa dan usaha yang telah kami lakukan. Namun jika kami tidak menang, mungkin itu belum rejeki kami.
Intinya bahwa kami tetap positif thinking dalam menyikapi menang atau tidaknya kami dalam perlombaan yang akan diumumkan beberapa saat lagi.
Waktu yang dinanti-nanti oleh seluruh peserta akhirnya tiba, pembacaan secarik kertas berisi nama-nama sekolah pemenang lomba pun segera dibaca. Terlihat jelas semua peserta nampak antusias menunggu kabar siapakah yang akan menjadi pemenang pada lomba tersebut. Satu persatu juara III dan II telah dibacakan, selanjutnya tiba pembacaan untuk juara pertama.
Juara Pertama Grup Ansambel Musik Adalah SMP Negeri 1 Jumantono !
Pada lomba di tanggal 18 Mei 2004 tersebut Tuhan menjawab doa dan usaha yang telah kami lakukan. Puji syukur, kami lolos sebagai Juara Pertama pada perhelatan lomba ansambel musik pada hari itu.
Rona kegembiraan terpancar jelas di wajah kami. Saya dan kawan satu tim tidak dapat menyembunyikan kebahagian. Latihan berbulan-bulan yang dipenuhi lika-liku seakan terbayar lunas di hari itu. Rona kebahagian juga terpancar jelas di wajah guru musik pembimbing kami, Beliau senyum bahagia atas performa yang kami tunjukkan di hari itu.
Kami semua merasa bahagia karena mampu menjadi juara pertama sekaligus mampu membawa harum nama sekolah di tingkat kabupaten. Itulah memori kebahagian yang terpatri benar dalam ingatan saya hingga saat ini.
Uforia kemenangan yang kami cicipi pun tidak berlangsung lama. Kami segera bersiap diri, karena setelah itu kami akan mewakili kabupaten untuk maju ke tingkat Karisiden/ Kota Madya.
Apa yang kami alami ini laksana Perwira TNI yang baru menikah namun tak sempat berlama-lama menikmati bulan madu bersama istrinya lantaran tugas militer telah menanti. Benar sekali, bulan madu dengan kemenangan yang kami raih dibeberapa hari yang lalu tak sempat lama kami nikmati. Meskipun demikian kami sadar bahwa terlalu larut dalam uforia kemenangan juga tidak baik bagi kesiapan kami dalam menghadapi level lomba selanjutnya.
Petualangan saya pun berlanjut ke tingkat karisiden>>
Cerita Pengalaman Mengikuti Lomba Musik Ansambel Tingkat Karisiden/Kota Madya